A. Pendahuluan
Seiring perkembangan zaman, pemanfaatan internet untuk berbagai kepentingan di Indonesia terus berkembang. Perkembangan teknologi informasi dapat meningkatkan kinerja dan memungkinkan berbagai kegiatan dilaksanakan dengan cepat, tepat, dan akurat, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas. Perkembangan teknologi informasi sekarang ini memunculkan berbagai jenis kegiatan berbasis pada teknologi ini, termasuk dalam bidang pendidikan.
Dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat, maka saat ini sudah dimungkinkan dan banyak diterapkan proses belajar jarak jauh dengan menggunakan internet untuk menghubungkan mahasiswa dan dosen, melihat jadwal kuliah, mengirimkan berkas tugas perkuliahan, melihat nilai, konsultasi, dan bahkan melakukan diskusi. Melalui media pembelajaran berbasis web materi pembelajaran dapat diakses kapan saja dan dari mana saja, di samping itu materi juga dapat diperkaya dengan berbagai sumber belajar termasuk multimedia. Media pembelajaran berbasis web dapat dikembangkan dari yang sangat sederhana sampai yang kompleks. Sebagian media pembelajarn berbasis web hanya dibangun untuk menampilkan kumpulan materi, sementara forum diskusi atau tanya jawab dilakukan melalui e-mail atau milist. Implementasi dengan cara tersebut terhitung sebagai media pembelajaran berbasis web yang paling sederhana
Sistem instruksional didesain dengan tujuan utama untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Secara operasional, sistem instruksional memerlukan teori-teori belajar yang sebagai dasar pijakan aplikasi dan kemungkinan pengembangan sistem. Begitu juga dengan sistem instruksional media Online Learning, sebagai media penyampaian, harus disadari bahwa Online Learning bukanlah faktor tunggal yang menentukan kualitas pembelajaran.
Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa Teori adalah sejumlah proposisi yang terintegrasi secara sintaktik dan yang digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati (Snelbecker, 1974 dalam Dahar, 1988: 5). Proposisi yang terintegrasi secara sintaktik, artinya, kumpulan proposisi ini mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat menghubungkan secara logis proposisi yang satu dengan proposisi lainnya dan juga pada data yang diamati.
Dengan demikian teori ialah sesuatu yang menjadi dasar pembentukan sesuatu ilmu pengetahuan. Dasar teori ini yang akan di kembangkan pada ilmu pengetahuan agar dapat diciptakan pengetahuan baru yang lebih lengkap dan detail sehingga dapat memperkuat pengetahuan tersebut. Teori juga merupakan satu rumusan daripada pengetahuan yang memberi panduan untuk menjalankan penyelidikan dan mendapatkan pembahasan baru.
B. Landasan Teori Pembelajaran Berbasis Web
1. Teori belajar
Teori belajar merupakan landasan utama dalam desain pembelajaran berbasis web. Teori belajar memberikan landasan kuat tehadap kajian bagaimana seorang individu belajar. Landasan tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk merancang desain pembelajaran berbasis web.
Menurut Rasmussen dan Shivers dalam Darmansyah (2010: 130) mengatakan bahwa DPWB dilandasi oleh tiga teori belajar. Ketiga teori belajar itu adalah:
a. Teori belajar behavioristik
Teori behavioristik merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Aliran ini diperkenalkan oleh beberapa ahli seperti Jhon B Watson, Ivan Pavlov, BF Skinner, El Thorndike, Bandura dan Tolman.
Behaviorisme menganggap bahwa belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000: 143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/ dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin lemah (Darmansyah, 2010: 131).
Maka dapat diketahui bahwa teori behavioristik memandang individu hanya dari sisi jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih siswa sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori behavioristik sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak hal yang berkaitan dengan pembelajaran tidak dapat dilihat oleh hanya hubungan stimulus dan respon. Teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
Menurut Jhon Locke pengalaman adalah salah satunya jalan memiliki pengetahuan. Ide dan pengetahuan adalah produk dari pengalaman. Secara psikologis, seluruh perilaku manusia, kepribadian, dan tempramen ditentukan oleh pengalaman indrawi. Pikiran dan perasaan disebabkan oleh perilaku masa lalu.
Menurut Edward L Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. teori belajar ini disebut teori connectionism. Eksperimen yang dilakukannya menghasilkan teori trial dan error. Ciri-ciri belajarnya adalah adanya aktivitas, dan respon terhadap berbagai situasi, ada eliminasi terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Kemudian Thorndike mengeluarkan hukum-hukum yaitu (Sneelbeeker, 1974: 215-216)
1) Hukum kesiapan “Law of Readiness”
Dalam belajar seseorang harus dalam keadaan siap dalam artian seseorang yang belajar harus dalam keadaan yang baik dan siap, jadi seseorang yang hendak belajar agar dalam belajarnya menuai keberhasilan maka seseorang dituntut untuk memiliki kesiapan, baik fisik dan psikis, Disamping sesorang harus siap fisik dan psikis seseorang juga harus siap dalam kematangan dalam penguasaan pengetahuan serta kecakapan-kecakapan yang mendasarinya.
2) Hukum Latihan”Law of Exercise”
Untuk menghasilkan tindakan yang cocok dan memuaskan untuk merespon suatu stimulus maka seseorang harus mengadakan percobaan dan latihan yang berulang-ulang.
3) Hukum Akibat “Law of Effect”
Setiap organisme memiliki respon sendiri-sendiri dalam menghadapi stimulus dan situasi yang baru, apabila suatu organisme telah menetukan respon atau tindakan yang melahirkan kepuasan dan kecocokan dengan situasi maka hal ini pasti akan di pegang dan dilakukan sewaktu-waktu ia di hadapakan dengan situasi yang sama. Sedangkan tingkah laku yang tidak melahirkan kepuasaan dalam menghadapi situasi dan stimulus maka respon yang seperti ini akan ditinggalkan selama-lamanya oleh pelaku.
Ivan Petrovich Pavlov dengan teori pelaziman klasik menyatakan bahwa individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi. Belajar itu adalah adanya latihan dan pengulangan yang terjadi secara otomatis.
Selanjutnya Skinner mengeluarkan sebuah teori yang dianamakan dengan operant conditioning yang merupakan suatu proses penguatan perilaku operan yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan (Hergenhahn & Olson, 2008: 84). Operant conditioning menjamin respon terhadap stimulli, bila tidak menunjukkan stimuli maka guru tidak dapat membimbing siswa untuk mengarahkan tingkah lakunya. Guru memiliki peran dalam mengontrol dan mengarahkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.
Selanjutnya Albert Bandura yang mengeluarkan teori belajar sosial. Teori ini menerima sebagian besar prinsip teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek perilaku dan proses mental (Ratna Willis, 2011: 22). Jadi teori ini menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain. Teori ini menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi tingkah laku timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif perilaku dan lingkungan.
Itulah beberapa teori yang diuraikan oleh para ahli yang nantinya akan dijadikan landasan dalam DPBW. Penerapan teori behavioristik memberikan peluang kepada guru untuk melaksanakan pembelajaran dengan konsep sebagai berikut:
1) Materi Ajar Siap Saji
Penerapan paradigma teori behaviorisme memberikan konsekuensi kepada guru yang menggunakan untuk menyusun bahan ajar dalam bentuk materi yang sudah siap. DPBW seharusnya menyediakan bahan ajar yang sudah siap saji, sehingga siswa dapat mengakses kapan dan dimana saja.
2) Instruksi Contoh Simulasi (ICS)
Teori behavioristik merekomendasikan agar guru tidak hanya memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh. DPBW memang harus dirancang dalam bentuk instruksi tanpa melibatkan banyak ceramah. Hal ini sangat cocok dengan DPBW yang menggunakan konsep belajar jarak jauh. Materi harus dilengkapi dengan instruksi singkat dan diperkaya dengan contoh dan simulasi.
3) Mulai Sederhana Sampai Komples (MSSK)
Penyusunan bahan ajar dilakukan secara terstruktur mulai dari yang paling mudah sampai pada materi yang kompleks. Materi DPBW yang dirancang sebaiknya dibuat berhirarki mulai dari yang sangat sederhana menuju yang kompleks
4) Tujuan Dipecah Menjadi Kecil
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu. Setelah satu tujuan tercapai maka beralih ke tujuan berikutnya. Rancangan DPBW direkomendasikan agar memenuhi kebutuhan capaian hasil belajar yang teramati dan terukur, haruslah dibuat dengan tujuan-tujuan kecil yang mudah dicapai pada setiap tahapannya
5) Memperbaiki Kesalahan Sesegera Mungkin
Teori behavioristik juga merekomendasikan bahwa pembelajaran yang direncanakan sebaiknya memberikan evaluasi sesegera mungkin terhadap capaian hasil belajar siswa. DPBW yang dirancang dapat menyediakan fasilitas untuk memberikan umpan balik terhadap proses pembelajaran yang diikuti peserta didik.
6) Latihan Pengulangan Menjadi kebiasaan
Teori behavioristik merekomendasikan banyak latihan kerna sifatnya yang berorientasi lingkungan. Rancangan DPBW sebaiknya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat melakukan latihan dan pengulangan dalam proses pembelajaran
7) Penghargaan Positif Hukuman Negatif
Teori behavioristik mengakomodasikan adanya penerapan reward dan punishment dalam pembelajaran. DPBW yang dirancang untuk pembelajaran sebaiknya menyediakan ruang untuk dapat memberikan perlakuan terhadap perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang sesuai mendapatkan penguatan negatif
8) Evaluasi Didasari Perilaku yang Tampak
Evaluasi merupakan cara mendapatkan umpan balik dalam pembelajaran. DPBW juga perlu dirancang untuk mengakomodasi adanya bentuk evaluasi berdasarkan perubahan perilku yang tampak dan terukur
9) Hasil Membentuk Perilaku yang Diinginkan
Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya sutau perilaku yang diinginkan. DPBW juga dirancang denga hasil yang dapat membentuk perubahan perilaku yang diinginkan .
Dengan demikian aplikasi teori behavioristik dalam DPBW sangat cocok karena peran sentral guru digantikan oleh internet. Semua indikator dari persyaratan yang diperlukan dapat dipenuhi dengan baik, jika menerapkan PBW dalam pembalajaran. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa PBW menggunakan landasan teori behavioristik adalah sebuah keharusan.
b. Teori Belajar Kognitif
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Menurut Jerome Bruner yang mengeluarkan Information processing theory dalam mempelajari manusia, ia menganggap manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.
Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak (Agus Salim, 2010).
Teori kognitif berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses interaksi yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Konsep dalam teori kognitif Bruner memberikan rekomendasi dalam DPBW sebagai berikut:
1) Proses mental
2) Membangun ide baru berdasarkan skemata yang telah ada
3) Memberikan kesempatan berpikir analisis
4) Berdasarkan tindakan
5) Berdasarkan image
6) Berdasarkan simbol (bahasa)
7) Pembelajaran bermakna
Kemudian berdasarkan Component Display Theory yang dipopulerkan oleh Meriil teori ini adalah sebuah upaya untuk mengidentifikasi komponen strategi pembelajaran yang dapat dibangun. Menurutnya CDT adalah sebuah kerangka analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen strategi pembelajaran. Prinsip dasar CDT adalah didasarkan pada asumsi “kondisi belajarnya” Gagne yakni terdapat berbagai jenis hasil pembelajaran dan masing-masing jenis hasil pembelajaran memerlukan kondisi khusus untuk belajar.
Kemudian Reigeluth mengeluarkan teori elaborasi tentang desain pembelajaran. Ia berpendapat bahwa konten yang dipelajari harus diatur secara tertib dari yang sederhana sampai ke yang kompleks, sambil menyediakan konteks yang berarti dimana ide-ide berikutnya dapat diintegrasikan. Pendekatan dalam teori ini merekomendasikan bahwa konsep, prinsip atau tugas paling sederhana yang harus diajarkan terlebih dahulu. Selanjutnya diajarkan konsep, prinsip, dan tugas-tugas yang lebih luas, lebih inklusif mengarah ke yang lebih rinci dan rumit. Kemudian kaitannya dengan DPBW adalah sebagai berikut:
1) Pembelajaran dibuat berurutan dari yang sederhana ke yang kompleks
2) Urutan konsep sesuai dengan kebutuhan dan kondisi peserta didik
3) Lakukan penyederhanaan terhadap konsep yang kompleks
Kemudian learning by doing theory yang diusung oleh Roger Shank menggambarkan bahwa belajar dengan menggunakan harus lebih banyak digunakan pada situasi dimana sebelumnya pembelajaran formal dipandang sebagai satu-satunya solusi praktis. Pembelajaran dengan menggunakan learning by doing memberikan kesempatan kepada perserta didik untuk melakukan inovasi mandiri berdasarkan pengetahuan yang telah mereka miliki.
DPBW memang sangat tepat menggunakan pendekatan learning by doinng karena karakteristiknya lebih banyak mengarahkan pada perolehan keterampilan. Pengalaman yang diperoleh peserta didik melakukan sambil belajar akan membantu mereka dalam daya ingat dan dapat disesuaikan dengan pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Oleh karena itu DPBW direkomendasikan untuk dirancang sebagai berikut:
1) Melakukan
2) Pemberian tugas yang berulang
3) Membuat variasi
4) Melakukan perbaikan terhadap kesalahan
5) Memilih dan membuang yang tidak perlu
Kemudian structure learning theory yang diusung oleh pandura fokusnya adalah untuk memilih ranah masalah dan memilih struktur yang harus diketahui oleh peserta didik. Masalah dipecah menjadi komponen dasar yang biasanya disebut sebagai komponen atom dan bagian paling dasar dari tingkat tersebut, betul-betul merupakan bagian yang harus dipelajari peserta didik dan dijadikan sebagai ranah kompetensi. Scandura mengatakan bahwa teori ini sangat bermanfaat dalam pembelajaran individual. Dengan demikian sebagaimana yang telah diuraikan bahwa DPBW itu merupakan pembelajaran individual maka rancangan DPBW dengan landasan teori ini lebih kepada pemecahan materi ajar menjadi bagian-bagian kecil. Dan bagian yang kecil itu menjadi inti kompetensi yang harus dipelajari siswa. Dengan demikian rancangan DPBW adalah sebagai berikut:
1) Lebih menekankan pada individu
2) Menentukan inti kompetensi
3) Materi dibuat dalam bagian kecil
4) Pengintegrasian materi secara bertahap menuju tingkat yang lebih tinggi
c. Teori Belajar Konstruvistik
Pembentukan pengetahuan menurut model konstruktivisme memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi (Martinis Yamin, 2008: 2).
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Pengetahuan dalam pengertian konstruktivisme tidak dibatasi pada pengetahuan yang logis dan tinggi. Pengetahuan di sini juga dapat mengacu pada pembentukan gagasan, gambaran, pandangan akan sesuatu atau gejala sederhana. Dalam konstruktivisme, pengalaman dan lingkungan kadang punya arti lain dengan arti sehari-hari. Pengalaman tidak harus selalu pengalaman fisis seseorang seperti melihat, merasakan dengan indranya, tetapi dapat pula pengalaman mental yaitu berinteraksi secara pikiran dengan suatu obyek. Dalam konstruktivisme siswa sendiri yang aktif dalam mengembangkan pengetahuan.
Kemudian adapun prinsip pembelajaran konstruvistik adalah sebagai berikut (Darmansyah, 2010: 145-147) :
1) Belajar adalah sebuah proses aktif
2) Belajar membangun dua makna
3) Belajar tindakan penting membangun makna mental
4) Belajar bahasa pembelajaran
5) Belajar adalah suatu kegaiatan sosial
6) Belajar adalah peristiwa kehidupan yang kontekstual
7) Belajar membutuhkan pengetahuan
8) Dibutuhkan waktu untuk belajar
9) Motivasi adalah komponen utama dalam pembelajaran
Selanjutnya ada beberapa orang ahli yang menguraikan tentang teori konstruvistik diantaranaya adalah seperti teori Zone Proximal development yang diusung oleh Lev Vygotsky yang mengatakan bahwa anak mengikuti teladan orang dewasa dan secara bertahap mengembangkan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas tertentu tanpa bantuan atau dengan nmenggunakan bantuan. Bagi vygotsky perkembangan individu merupakan hasil dari budayannya dan ini berlaku untuk perkembangan mental seperti pikiran, bahasa dan proses penalaran.
Menggunakan landasan ZPD theory dalam DPBW memberikan peluang untuk merancang materi lebih dekat dengan pengalaman peserta didik. Materi dalam DPBW disusun sesuai dengan perkembangannya agar peserta didik dengan cepat memahaminya.
Kemudian teori Scaffolding yang dikeluarkan oleh Vygotsky mengatakan bahawa betapa pnetingnya sutau bantuan dalam membangun pengetahuan peserta didik. Belajar menurut teori ini adalah pembelajaran yang membantu siswa dan siswa lain untuk belajar, agar lebih mudah berinteraksi dan saling belajar satu sama lain melalui bantuan seorang guru sebagai fasilitator.
Dalam merancang DPBW dengan landasan teori ini adalah sedapat mungkin materi diberikan dengan membuka kesempatan kepada peserta didik, belajar secara bertahap dari yang paling ssederhana ke yang kompleks. Dan harus dimulai dengan apa yang dekat dengan pengalaman sisw dan membangun pengalaman baru secara bertahap.
Selanjutnya Lee Andresen, david Boud dan ruth cohen yang mengusung teori berdasarkan pengalaman yang menempatkan pengalaman peserta didik pada posisi sentral dalam semua pertimbangan. Pengalaman ini dapat berupa peristiwa sebelumnya pada peserta didik. Sebaiknya DPBW dirancang dengan mensyaratkan pengalaman sebelumnya sebagai prasyarat. Dengan demikian dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik secara aktif membangun pengalaman mereka sendiri.
Berikutnya adalah teori Problem-based Learning yang dikeluarkan oleh Engel, Macdonald, dan Issacs mengatakan bahwa suatu metode pembelajaran dan pelatihan yang ditandai oleh adanya masalah nyata sebagai sebuah konteks bagi para peserta didik untuk belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan. Menurut mereka karakteristik khas PBL ini adalah berpusat pada apa yang peserta didik lakukan bukan pada yang dosen lakukan. PBL dapat dilakukan dengan berbagai langkah diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Menyampaikan ide
2) Menyajikan fakta yang diketahui
3) Mempelajari masalah
4) Menyusun rencana tindakan
5) Evaluasi
Kemudian dalam membuat rancangan DPBW semua langkah tersebut dapat dilakukan.
Selanjutnya adalah Anchor Instruction Theory yang diusung oleh Jhon Bransford yang fokus utamanya adalah pada pengembangan alat video disc interaktif yang mendorong siswa dan guru untuk memecahkan masalah kompleks dan realistis. Tujuan utama penggunaan alat video iini adalah untuk menciptakan pembelajaran yang menarik, realistik dan kontekstual yang mendorong terjadinya pengembangan pengetahuan peserta didik.
Berdasarkan hal tersebut maka rancangan DPBW harus dibuat dalam bentuk studi kasus atau bentuk situasi masalah. Artinya DPBW harus menyediakan adanya kegiatan interaktif, misalkan pertanyaan, soal, dan kuis yang dapat diakses oleh peserta didik secara interaktif.
Kemudian situated learning theory yang dikeluarkan oleh jean lave berpendapat bahwa belajar adalah fungsi dari aktifitas, konteks, dan budaya dimana pembelajaran terjadi. Hal ini berbeda dengan sebagian besar kegiatan belajar dikelas yang banyak melibatkan pengetahuan abstrak dan berada di luar konteks. Dengan demkikian SLT memiliki prinsip yang diterapkan dalam DPBW yaitu:
1) Pembelajaran perlu menyajikan pengetahuan dalam konteks sosial peserta didik dalam bentuk aplikasi yang biasanya
2) Belajar membutuhkan interaksi sosial dan kolaborasi
Selanjutnya cognitive Apprenticesip Learning Theory yang di populerkan oleh A.Collins, Js Brown dan Sussan E. Newman mengatakan bahwa peserta didik bekerja dalam tim pada proyek-proyek atau masalah yang dengan bantuan instruktur. Menurut mereka teori ini termasuk dalam pembelajaran sosial kognitif yang mana teori ini fokus pada pembelajaran yang diarahkan melalui pengalaman kognitif, keterampilan dan proses metakognitif.
Kemudian Discovery Learning Theory yang dipopulerkan oleh Jerome Bruner yang berpendapat bahwa DLT percaya cara yang terbaik bagi peserta didik untuk mendapatkan pengetahuan tentang fakta-gakta, prinsip untuk diri mereka adalah dengan menemukannya sendiri. Dengan demikian DPBW seharusnya memberikan kesempatan kepada peserta didik dapat memahami struktur materi penbelajaran yang sedang dipelajari. Materi pembelajaran memberikan dorongan kepada peserta didik untuk aktif dan setiap saat mampu mengunakan lebih banyak penalaran.
2. Teori Sistem
Teori sistem dapat didefinisikan sebagai bagian-bagian yang saling berhubungan dalam suatu model bekerja sama untuk membangun suatu produk yang lengkap dengan cara yang logis. Ludwig von Bartalanfy merupakan ahli pertama yang memperkenalkan teori sistem. Menurutnya terdapat model-model , prinsip dan hukum yang berlaku dalam sistem-sistem umum atau subsistem, yang memiliki berbagai jenis komponen, sifat, unsur-unsur yang saling berhubungan dan memiliki hubungan satu sama lain.
Pengaruh yang paling besar dari teori sistem terhadap DPBW adalah sebagaiaman diperlihatkan pada sebuah prosedur yang dilaksanakan secara sistematis yang memungkinkan DPBW dapat diakses melalui iterasi. Hal ini dimaksudkan untuk sebagai produk yang diimplementasikan dalam pembelajaran.
Landasan teori sistem pada DPBW adalah untuk memmberikan pondasi terhadap desain pembelajaran dengan konsep sistem, materi ajar yang dirancang dalam DPBW seharusnya mempertimbangkan berbagai elemen, dan kompnen dalam pembelajaran.
3. Teori Komunikasi
Richey dalam (Remussen dalam Darmansyah 2010) mengatakan bahwa teori komunikasi menjelaskan proses penayampaian informasi, bentuk dan instruktur informasi serta fungsi dan pengaruh informasi. Prinsip utama dari teori komunikasi yang digunakan dalam desain DPBW adalah dihubungkan dengan desain pesan yang dinyatakan bahawa: desain pesan merupakan salah satu langkah proses pengembangan yang membawa spesifikasi cetak biru desain pembelajaran dalam detail yang lebih besar. adapun desain pesan meliputi fitur-fitur visual teks dan grafik serta penempatannya dalam satu halaman. Dalam suatu lingkungan PBW desain pesan yang cocok tergantung pada desainer yang tampak dalam bentuk tataletak halaman Web.
C. Kesimpulan
Dalam Pembelajaran Berbasis Web web tersedia sumber informasi dan sumber daya pembelajaran yang melimpah, maka kegiatan belajar tidak difokuskan pada satu atau beberapa sumber informasi tertentu saja, tetapi bereksplorasi ke berbagai situs-situs yang berkaitan. Dalam pengajaran konvensional seorang guru mewajibkan siswa untuk mempelajari (menghafal) buku atau diktat tertentu untuk kemudian dievaluasi penguasaannya pada akhir semester. Dalam model pengajaran berbasis web seorang guru lebih tepat memberi pengarahan kepada siswa agar mencapai suatu tujuan akhir yang diharapkan dan membiarkan mahasiswa mengorganisir proses pembelajarannya sendiri. Dalam hal ini mirip seperti metode proyek, akan tetapi aplikasinya tidak pada kerja proyek, melainkan pada pengembangan pengetahuandalam bidang ilmu tertentu.
Teori ialah sesuatu yang menjadi dasar pembentukan sesuatu ilmu pengetahuan. Dasar teori ini yang akan di kembangkan pada ilmu pengetahuan agar dapat diciptakan pengetahuan baru yang lebih lengkap dan detail sehingga dapat memperkuat pengetahuan tersebut. Desain Pembelajaran Berbasis Web dengan berlandaskan teori ini sedapat mungkin materi diberikan dengan membuka kesempatan kepada peserta didik, belajar secara bertahap dari yang paling sederhana ke yang kompleks. Dan harus dimulai dengan apa yang dekat dengan pengalaman siswa dan membangun pengalaman baru secara bertahap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar